Pernahkah kita merasa Allah sedang menguji kita?
Sering kita beranggapan ketika kita ditimpa kesusahan maka kita sedang
mendapat musibah atau cobaan dari Allah. Jarang sekali kita mengatakan
bahwa nikmat yang diberikan Allah itu sebenarnya juga merupakan ujian
dari Allah. Ada diantara kita yang sanggup menghadapi ujian itu dan ada
pula yang tegar dan sabar menghadapinya.
Allah mencintai hamba-hambaNya dengan
cara yang unik dan berbeda-beda. Semakin tinggi ketakwaan seorang hamba,
semakin unik cara Dia mencintainya. Salah satunya adalah Nabi Ayub.
Seorang nabi yang diuji oleh allah dengan harta, keluarga serta
badannya.
Suatu saat ketika para malaikat
membicarakan manusia dan sejauh mana mereka beribaah kepada Allah. Salah
seorang di antara mereka berkata: “Tidak ada di muka bumi ini seorang
yang lebih baik daripada Nabi Ayub. Beliau adalah orang mukmin yang
paling sukses, orang mukmin yang paling agung keimanannya, yang paling
banyak beribadah kepada Allah SWT dan bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya
dan selalu berdakwah di jalan-Nya.” Setan mendengarkan pembicaraan para
malaikat lalu mereka mencoba mendatangi nabi Ayub untuk menggodanya.
Tetapi karena keimanannya kepada Allah setan kesulitan mendapatkan jalan
untuk mengganggunya.
Ketika setan berputus asa dari mengganggu Nabi Ayub, ia berkata kepada Allah SWT: “Ya Rabbi, hambaMu Ayub sedang menyembah-Mu dan menyucikanMu namun, ia menyembahMu bukan karena cinta, tapi ia menyembahMu karena kepentingan-kepentingan tertentu. Ia menyembahMu sebagai balasan kepadaMu karena Engkau telah memberinya harta dan anak dan Engkau telah memberinya kekayaan dan kemuliaan. Sebenarnya ia ingin menjaga hartanya, kekayaannya, dan anak-anaknya. Seakan-akan berbagai nikmat yang Engkau karuniakan padanya adalah rahasia dalam ibadahnya. Ia takut kalau-kalau apa yang dimilikinya akan binasa dan hancur. Oleh karena itu, ibadahnya dipenuhi dengan hasrat dan rasa takut. Jadi, di dalamnya bercampur antara rasa takut dan tamak, dan bukan ibadah yang murni karena cinta.”
Lalu Allah pun berkata kepada iblis
“Sesungguhnya Ayub adalah hamba yang mukmin dan sejati imannya. Ayub
menjadi teladan dalam keimanan dan kesabaran. Aku membolehkanmu untuk
mengujinya dalam hartanya. Lakukan apa saja yang engkau inginkan,
kemudian lihatlah hasil dari apa yang engkau lakukan.”
lalu Iblis pun datang kepada nabi Ayub lalu menghancurkan semua harta-hartanya. Keadaan nabi Ayub sekarang menjadi fakir. lalu nabi Ayub pun berkata “Oh musibah dari Allah SWT. Aku harus mengembalikan kepada-Nya amanat yang ada di sisi kami di mana Dia saat ini mengambilnya. Allah SWT telah memberi kami nikmat selama beberapa masa. Maka segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat yang diberikannya, dan Dia mengambil dari kami pada hari ini nikmat-nikmat itu. Bagi-Nya pujian sebagai Pemberi dan Pengambil. Aku dalam keadaan ridha dengan keputusan Allah SWT. Dia-lah yang mendatangkan manfaat dan mudharat. Dia-lah yang ridha dan Dialah yang murka. Dia adalah Penguasa. Dia memberikan kerajaan kepada siapa yang di kehendaki-Nya, dan mencabut kerajaan dari siapa yang dikehendaki-Nya; Dia memuliakan siapa yang dikehendaki-Nya dan menghinakan siapa yang dikehendaki-Nya.”
Setelah usahanya gagal iblis datang
kepada Allah lalu meminta ijin untuk membunuh anak-anak Nabi Ayub.
Dengan izin Allah, iblis dibolehkan berbuat apapun kepada anak Ayub.
Lalu iblispun menggoncangkan rumah Nabi Ayub sehingga anak-anak Nabi
Ayub meninggal semua.
Melihat keadaan itu nabi Ayub pun berdoa kepada Allah dan menyeru: “Allah memberi dan Allah mengambil. Maka bagi-Nya pujian saat Dia memberi dan mengambil, saat Dia murka dan ridha, saat Dia mendatangkan manfaat dan mudharat. Kemudian Ayub pun sujud dan iblis lagi-lagi tampak tercengang dan merasa malu karena kesabaran Nabi Ayub.
Tidak cukup sampai disitu Iblis meminta
izin lagi kepada Allah untuk mengganggu badan Nabi Ayub sehingga sakit
kulit di mana tubuhnya membusuk dan mengeluarkan nanah, bahkan
keluarganya dan sahabat-sahabatnya mengucilkan kecuali isterinya. Namun
lagi-lagi Nabi Ayub tetap bersabar dan bersyukur kepada Allah SWT.
Beliau memuji-Nya pada hari-hari kesehatannya dan ia tetap memuji Allah
SWT saat mendapatkan ujian sakit. Dalam dua keadaan itu, Nabi Ayub tetap
bersabar dan bersyukur kepada Allah SWT.
Maha suci Allah yang telah menciptakan
manusia semulia Ayub. Ia tak pernah membenci Allah dengan takdirnya, tak
pula ia merasa bahwa Tuhan yang dicintainya itu tak adil terhadapnya.
Semakin berat sakit yang dirasa, semakin cinta Ayub kepada Allah. Dan
mulianya Ayub, semakin parah penyakitnya semakin ia tersenyum. Allah dan
para malaikat pun kan tersenyum oleh kesabaran lelaki mengagumkan itu.
“Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub)
seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat
(kepada Tuhannya).” (QS. Shad: 44)
Nabi Ayub tetap ingat Allah dalam keadaan
suka dan duka. Ketika dalam keadaan suka ia tetap mengingat dan
mensyukuri nikmat-nikmat yang diberikan Allah. Ketika dalam duka iapun
tetap sabar, ikhlas dan keimanan beliau malah semakin bertambah.
Berbeda dengan kita, ketika kita ingin
mencapai suatu kenikmatan dariNya kita sering berdoa meminta kepada
allah. Sholat, zakat, puasa dan amalan-amalan lain rela kita lakukan
tetapi setelah Allah memberikan kenikmatan kepada kita, kita
perlahan-lahan “melupakanNya”.
Musibah yang menimpa kita menandakan
cinta Allah kepada kita. Musibah merupakan pertanda Allah kepada kita
untuk kembali “mengingatNya”. Allah takut kalau kita menjadi orang lalai
karena kenikmatan; kenikmatan yang diberikanNya. Maka dari itu sabar
dan ikhlaslah dalam menghadapi cobaan dari Allah. Jangan sedih ketika
ada musibah dan jangan lalai ketika ada nikmat.
Allah SWT berfirman:
“Dan (ingatlah kisah) Ayub ketika ia
menyeru Tuhannya: (‘Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit
dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.’
Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan
penyahit yang ada padanya dan Kami kembalihan keluarganya kepadanya, dan
Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi
Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (QS. al-Anbiya’: 83-84)
Sambutlah saat duka cita Sebagai karunia,
Karena suka maupun duka Datang daripadaNya.
Bila itu datang dari Dia, Mengapa menolaknya?
Tuhan selalu menyertai kita Dan mengawasi kita.
Karena suka maupun duka Datang daripadaNya.
Bila itu datang dari Dia, Mengapa menolaknya?
Tuhan selalu menyertai kita Dan mengawasi kita.
Bila duka cita membawa manfaat, Ia memberi duka cita;
Bila suka cita membawa manfaat, Ia memberi suka cita.
Kedua-duanya kita peroleh Sesuai kehendakNya
Bila suka cita membawa manfaat, Ia memberi suka cita.
Kedua-duanya kita peroleh Sesuai kehendakNya
Jangan bersedih karena duka
Dan jangan lalai ketika suka
Dan jangan lalai ketika suka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar