Kelahiran Maryam
Hanna adalah seorang bangsawan yang tulus, istri
seorang alim keluarga Imran, namanya Yoakhim. Sudah lama ia berumah
tangga, namun belum juga dikaruniai anak. Pada suatu hari, suaminya
diejek oleh tetangganya tentang kemandulannya. Karena ejekan tersebut,
suaminya pergi ke Bait Allah untuk sembahyang mohon anak. Demikian pula
Hanna, sembahyang di rumah dengan permohonan yang sama. Doa mereka
dikabulkan oleh Tuhan secara luar biasa. Hanna mengandung. Mereka sangat
bersyukur ke hadirat Ilahi atas karuniaNya. Sebagai tanda syukurnya,
Hanna nadzar bahwa anak yang masih dalam kandungan akan dipersembahkan
sebagai pelayan Bait Allah (3:35). Beliau melahirkan seorang anak
perempuan yang dinamakan Maryam, dan mohon agar Maryam dan keturunannya
dilindungi Ilahi dari godaan setan yang terkutuk (3:36).
Maryam dewasa
Di Bait Allah, Maryam diasuh oleh Nabi Zakaria sampai
usia remaja (3:37). Dengan tekun dan sabar Zakaria mengasuh dan
mendidik Maryam. Berkat didikannya, Maryam menjadi seorang wanita yang
saleh. Setelah Maryam dewasa, rajin sekali ia beribadah. Hampir seluruh
waktunya untuk zikir dan ibadah kepada Tuhan di Bait Allah. Setiap kali
Zakaria masuk ke mihrab Maryam, selalu menemukan hidangan disisinya,
maka ia bertanya: “Wahai Maryam, makanan ini engkau dapat dari mana?” Maryam hanya menjawab: “Ini dari Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Ia kehendaki tanpa hitungan” (3:37).
Kesalehan Maryam itu membangkitkan keinginan Zakaria untuk mempunyai
keturunan yang saleh (3:38). Siang malam Zakaria mohon kepada Allah agar
dikaruniai seorang anak yang tulus yang akan meneruskan memimpin
manusia ke jalan yang benar (19:2-6). Permohonan Zakaria dikabulkan
Ilahi. Dengan perantaraan seorang malaikat, Zakaria memperoleh kabar
gembira tentang lahirnya seorang anak laki-laki yang namanya Yahya
(3:39; 19:7). Yahya dilahirkan ketika Zakaria telah mencapai usia lanjut
(3:40-41; 19:8-11). Yahya seorang anak yang tulus, pandai, berbakti
kepada Allah dan kepada kedua orang tuanya dan sekali-kali tidak sombong
(19:12-15). Setelah dewasa Yahya diangkat sebagai Nabi Utusan Allah
kepada bangsa Israel
Maryam menerima kasyaf (ru’ya)
Menurut adat kebiasaan kaum Yahudi, wanita yang
sedang datang bulan tak boleh tinggal di Bait Allah, karena dianggap
najis. Demikian pula Maryam, pada suatu waktu harus meninggalkan Bait
Allah. Ia menyingkir ke sebelah Timur serta menyekat dirinya dengan
sebuah tabir (19:16-17). Di sanalah Maryam menerima kasyaf (ru’ya)
dari Ilahi dengan perantaraan malaikat Jibril yang menampakkan diri
seperti seorang laki-laki (19:17). Maryam amat terkejut, dan mohon
perlindungan kepada Allah dari kejahatan (19:18). Jibril memperkenalkan
diri, bahwa dirinya bukanlah orang jahat, melainkan seorang Utusan
Ilahi, yang diutus agar menyampaikan kabar gembira kepada Maryam bahwa:
Maryam adalah wanita yang terpilih dan disucikan (3:42),
Maryam agar memperbanyak bakti kepada Allah SWT (3:43), dan
Maryam akan melahirkan seorang anak laki-laki yang
suci (19:19), namanya Al-Masih Isa Ibnu Maryam, yang dihormati di dunia
dan akhirat dan tergolong orang-orang tulus dan dekat dengan Allah, ia
akan melaksanakan tugas sebagai Nabi sampai usia lanjut (3:45-46).
Maryam amat bergembira dan sedih menerima kasyaf
tersebut. Bergembira karena beliau wanita yang beruntung, dimuliakan
Ilahi. Beliau sangat sedih, karena mendapat kabar akan melahirkan
seorang anak laki-laki, padahal beliau belum berumah tangga. Bagaimana
bisa terjadi? (19:20;3:47). Beliau tidak mengerti bahwa dirinya sedang
ramai diperebutkan siapa yang beruntung bisa memeliharanya sebagai istri
(3:44). Jibril menghibur, supaya Maryam tidak bersedih hati, karena
Tuhan akan menyingkirkan rintangan Maryam untuk melahirkan (21:91)
sebagaimana Allah menyingkirkan halangan Elisabet untuk mengandung dan
melahirkan Yahya dalam usia lanjut (21:90). Bagi Tuhan amat mudah
menyingkirkan rintangan itu, karena Tuhan menghendaki Nabi Isa as.
adalah Al-Masih yang kedatangannya dinanti-nantikan oleh Bani Israil.
Masalah ini telah diputuskan Ilahi (3:47;19:21). Rintangan yang dihadapi
oleh Maryam, ialah anggapan Maryam bahwa seorang biarawati harus hidup
wadat. Ini tidak benar, karena aturan itu bikin-bikinan para rahib
sendiri, bukan syariat Musa (57:27).
Kelahiran Al-Masih
Akhirnya Maryam berumah tangga. Pria yang beruntung
mendapat undian untuk memelihara Maryam sebagai istri ialah Yusuf si
tukang kayu. Beberapa bulan kemudian, Maryam mengandung (19:22). Pada
saat akan melahirkan, Maryam pergi ke tempat yang jauh (19:22) ke kota
betlehem di Yudea untuk keperluan sensus penduduk (Lukas 2:2-6). Dalam
perjalanan inilah Maryam melahirkan Al-Masih yang kelahirannya telah
dinubuatkan oleh para nabi terdahulu. Al-Masih dilahirkan kembar,
saudara kembarnya ialah Thomas alias Didymus (Yohanes 11:16). Kelahiran
Al-Masih itu pada musim korma (19:23-26), kira-kira bulan
September-Oktober tahun 6 sebelum Masehi. Jadi, Al-Masih tidak
dilahirkan pada tanggal 25 Desember sebagaimana diyakini oleh umat
Kristen sekarang. Jika Al-Masih dilahirkan pada tanggal 25 Desember,
dustalah cerita Lukas, bahwa ketika Al-Masih dilahirkan, pada malam itu
banyak para penggembala berada di padang menjaga kawanan ternak mereka
(Lukas 2:8). Hal ini tak mungkin terjadi pada tanggal 25 Desember, sebab
pada tanggal tersebut di daerah 23 ½ – 66 ½ L.U. mulai musim dingin.
Masa kanak-kanak dan remaja Al-Masih
Pada hari yang ke 8, Al-Masih dibawa ke Bait Allah di
Yerusalem untuk disunnat (Lukas 2:21). Kemudian oleh kedua orang tuanya
dibawa lari ke Mesir untuk menyelamatkan diri dari ancaman Herodes yang
agung. Setelah Herodes meninggal pada awal tahun 4 sebelum masehi,
digantikan oleh Arkhilaus, kembalilah Yusuf dan Maryam dengan membawa
anaknya, ke tanah Israil dan menetap di Nasaret di daerah Galilea.
Sampai beliau berusia 12 tahun (Matius 2:1-23). Nicholas Notovich
seorang musafir Rusia yang menulis sejarah berbagai nabi menceritakan:
“Tatkala Isa mencapai usia 13 tahun, yaitu saat untuk menikah bagi
bangsa Israil…. Beliau diam-diam menghilang dari rumah orang tua beliau.
Beliau meninggalkan Yerusalem dan berangkat ke Sind (India) …. Beliau
melintasi Sind dan menetap di daerah bertuhan (penyembah Tuhan) didaerah
Ainjab yang memiliki lima sungai. Lalu beliau menjelajahi seluruh
daerah India; beliau hidup 6 tahun lamanya di tempat-tempat yang
berlainan, seperti Benares, Jahganath dan Rayagriba. Orang
berduyun-duyun mendengarkan ajaran beliau, tetapi beliau membuat
marahnya kaum Brahim (kaum pendeta agama Hindu), tatkala beliau
mengajarkan derajat manusia adalah sama; karena adanya sugesti bahwa
Brahmin adalah setaraf dengan kaum Sudra, itu dianggap mencemarkan
kaidah suci. Kaum Brahmin berusaha untuk menganiaya Yesus dan beliau
terpaksa lari ke daerah pegunungan Himalaya, dan terus ke Persia. Beliau
tiba kembali di Israil pada usia 29 tahun”.
Kenabian Isa Al-Masih as.
Isa Al-Masih (Yesus Kristus) bertemu kembali dengan
keluarga dan kaumnya. Ayahnya telah lama wafat, ketika beliau masih
dalam perantauan. Kini, beliau membantu ibunya mengasuh adik-adiknya.
Pada usia 30 tahun, beliau diangkat sebagai Nabi Utusan Allah untuk
bangsa Israil (3:49; 19:30). Beliau diutus membetulkan Torat dan
melunakkan syariat Musa (3:50). Beliau mengajarkan bahwa Allah itu Maha
Esa dan mengajak kaumnya agar mengabdi kepadaNya (3:51; 5:117; 19:36;
43:64), dengan membawa banyak tanda bukti, diantaranya:
Membuat burung dari tanah (3:48; 5:110),
Menyembuhkan orang sakit buta dan lepra (3:48; 5:110),
Menghidupkan orang mati (3:48; 5:110), dan sebagainya.
Nabi Isa Al-Masih adalah contoh yang sempurna dari
sifat jamali, yaitu sifat keindahan dan keelokan budi pekerti. Beliau
seorang yang selalu mendirikan salat dan membayar zakat (19:34) serta
mengerjakan puasa (Matius 4:2). Beliau tak berlaku kasar terhadap ibunya
(19:32) sebagaimana diceritakan oleh Injil Matius (12:48). Doktrin
pokok ajaran beliau adalah membalas keburukan dengan kebaikan (Matius
5:39-40). Beliau adalah seorang hamba Allah (19:30; 43:50) yang diangkat
sebagai Nabi (19:30), diutus kepada bangsa Israil (3:49). Beliau
membutuhkan makan, minum dan akhirnya wafat (5:75) sebagaimana para nabi
sebelumnya (5:75). Jadi, keliru sekali anggapan Gereja bahwa beliau
adalah Tuhan yang harus disembah, hidup langgeng di langit tanpa makan
dan minum. Beliau telah menyangkal pengakuan sebagai Anak Allah atau
Tuhan (5:116). Ungkapan Anak Allah hanyalah dalam arti ibarat, bukan
dalam arti yang sebenar-benarnya, yang dimaksud ialah orang baik,
sedangkan orang jahat biasa disebut anak setan.
Penyaliban yang gagal
Selama lebih kurang tiga tahun, beliau berdakwah di
Galilea, Yudea, Samaria dan di sebelah Timur sungai Yordan. Murid-murid
beliau disebut kaum Hawariyin (3:52) yang sering mendapat wahyu Ilahi
(5:111) dan menolong Allah (3:52). Allah swt. Berkenan menurunkan
“makanan” dari langit kepada mereka (5:112-115) dan menjanjikan
kemenangan kepada mereka (3:55; 61:14).
Kaum Bani Israil umumnya tidak menyetujui ajaran
beliau dan selalu menolaknya. Mereka tidak Berterima kasih atas
petunjuknya, malah mendustakannya dan menghina beliau sebagai anak haram
dan ibunya telah berbuat serong (4:156), bahkan mereka merencanakan
pembunuhan secara keji terhadap beliau (3:54), tetapi Tuhan berjanji
akan menyelamatkannya (3:55). Dalam bulan April ± tahun 30 Masehi, kaum
Yahudi melaksanakan niat jahatnya, dengan bantuan seorang muridnya yang
khianat, Yudas Ekskariot. Mereka dapat menangkap Al-Masih yang sedang
bersembunyi di taman Getsemani pada hari Kamis malam.
Keesokan harinya, Jumat tanggal 7 April 30 M beliau
dihadapkan kepada Pontius Pilatus untuk diadili. Pontius Pilatus
berusaha membebaskan beliau, karena tak ada bukti bahwa beliau berbuat
kesalahan; akan tetapi tuntutan kaum Yahudi amat keras dan dikhawatirkan
timbul pemberontakan, maka Pontius Pilatus meluluskan tuntutan mereka.
Dalam perjalanan menuju tempat penyaliban, beliau dicaci maki dan
disiksa. Akhirnya setelah sampai di bukit Golgota, beliau dinaikkan ke
atas salib. Pada waktu itu disalibkan pula dua orang penjahat, yang
disalibkan di sebelah kanan dan kiri Yesus Kristus. Peristiwa ini
membuat kaum Yahudi puas dan lega, mereka merasa telah berhasil membunuh
Al-Masih, padahal sebenarnya Al-Masih belum wafat ketika diturunkan
dari tiang salib oleh murid-muridnya hanya seperti telah wafat saja.
Jadi upaya mereka membunuh beliau sejatinya gagal total (4:157-158).
Al-Masih tak mati disalib
Asas pokok agama Yahudi dan Kristen ialah percaya
akan kematian Al-Masih disalib secara dogmatis (4:159). Dogma tersebut
diungkapkan Ilahi dalam Quran Suci, bahwa “tak seorangpun dari kaum Ahli
Kitab (Yahudi dan Kristen), melainkan akan mengimankan (kematian Isa
Al-Masih disalib) itu sebelum matinya” (4:159) atau selama hidupnya; dan
juga dibantah dengan keras oleh Ilahi dalam Quran Suci yang menyatakan
bahwa Al-Masih sekali-kali tak mati disalib, dan dijelaskan keadaan yang
sebenarnya hanya seperti orang mati atau pingsan saja ketika diturunkan
dari tiang salib (4:157-158). Kematian di atas tiang salib adalah amat
terkutuk, yang hanya dialami oleh orang-orang terkutuk saja (Ulangan
21:23), tak mungkin dialami oleh orang yang mulia seperti Nabi Isa
Al-Masih as. Karena Al-Masih tak wafat di atas tiang salib, maka
kebangkitan beliau dari “kubur” adalah wajar dan ajaran tentang
penebusan dosa yang diwariskan oleh Adam (Galatia 3:13) adalah palsu.
Penyaliban Al-Masih itu hanya berlangsung tiga jam
saja, dari pukul 12 s/d 15 waktu setempat. Karena menjelang hari Sabat,
yang pada hari itu tak boleh ada mayat tinggal tergantung pada kayu
salib (Yohanes 19:31), maka kaum Yahudi mohon kepada Pilatus agar
mematahkan kaki orang-orang yang disalib kemudian setelah mati
diturunkan secepatnya. Kaki kedua penjahat yang disalibkan di sebelah
kanan dan kiri Al-Masih diremukkan sehingga tewas, tetapi kaki Al-Masih
tidak, karena Al-Masih telah diserupakan dengan orang mati (4:157),
sehingga Al-Masih mereka sangka benar-benar telah mati. Kematian
Al-Masih itu amat meragukan mereka. Untuk menghilangkan keragu-raguan
itu seorang laskar Romawi menikam rusuk Al-Masih dan mengalirlah darah
dengan air (Yohanes 19:32-34). Tikaman ini dianggap menyempurnakan
kematian Isa Al-Masih, padahal justru sebaliknya membuktikan bahwa
beliau belum wafat, karena darah dengan air mengalir adalah tanda alami
masih adanya kehidupan. Anggapan keliru mereka itu merupakan pertolongan
Ilahi untuk menyelamatkan Isa Al-Masih dari kematian terkutuk disalib,
dan pertolongan itu disempurnakan lewat para muridnya, kaum Hawariyin,
yakni diturunkannya Al-Masih dari tiang salib oleh Yusuf Arimatea dan
kawan-kawannya. Kemudian dikuburkan dalam gua batu, setelah diobati
dengan rempah-rempah dan dikafani.
Pada hari yang ketiga, Maria Magdalena dan
kawan-kawan ziarah kubur, ia menyaksikan bahwa batu penutup kubur telah
tergolek dan di dalam kubur tinggal kain kafan yang berlumuran darah.
Al-Masih telah bangkit dan meninggalkan kubur. Beliau menyamar sebagai
tukang kebun untuk menyelamatkan diri. Hal ini membuktikan bahwa
Al-Masih ketika diturunkan dari tiang salib dan dikuburkan belum wafat,
hanya pingsan atau mati suri saja. Sebagaimana kita baca dalam Kitab
Perjanjian Baru, yang menyatakan Isa Al-Masih mati disalib bukanlah
orang-orang yang menangani langsung penurunan Yesus dari tiang salib
lalu mengobati, mengkafani terus menguburkannya. Sumbernya hanyalah
dengan orang yang hanya melihat dari jauh saja, bukan saksi mata. Dengan
demikian berarti bahwa:
Sempurnalah janji Ilahi, bahwa beliau akan
menyelamatkan Al-Masih dari kematian terkutuk (3:55) dan gagallah
rencana (makar) kaum Yahudi (3:54).
Sempurnalah nubuat Al-Masih bahwa anak manusia akan
berada dalam perut bumi selama tiga hari, sebagaimana Yunus dalam perut
ikan selama tiga hari, dalam keadaan hidup (Markus 16:1-2).
Sempurnalah sebagian nubuat Yesaya, bahwa Tuhan
menghendaki Yesus sebagai “Hamba Tuhan yang menderita” itu akan
menyaksikan keturunannya dan umurnya akan lanjut” (Yes 53:10)
Hukum Tuhan itu berlaku bagi siapapun. Tuhan
menetapkan bahwa orang yang telah mati tak akan hidup ke dunia lagi
(Ayub 7:9-10; Quran 23:100; 36:42). Karena Al-Masih bangkit dari kubur,
maka bisa disimpulkan bahwa ketika beliau diturunkan dari salib belum
wafat, hanya pingsan/mati suri saja.
Kubur yang kosong dan kain kafan berlumuran darah
yang ditinggalkan adalah saksi bisu bahwa Al-Masih tatkala diturunkan
dari tiang salib hayat masih dikandung badan, belum wafat dan yang
ditangkap lalu dipakukan pada tiang salib itu adalah Isa Al-Masih (Yesus
Kristus), bukan orang lain, Yudas Eskariot misalnya. Bukti alami
terakhir yang pembuktiannya masih menunggu waktu adalah DNA pada kain
kafan tentu sama dengan DNA pada Bukit Golgota dan makam Kudus dan sama
pula dengan DNA dimakam Yus Asaf di Srinager, Kasymir.
Al-Masih sesudah percobaan penyaliban
Sesudah peristiwa penyaliban yang gagal, Nabi Isa as.
Tidak naik ke sorga di langit sebagaimana diyakini oleh Gereja atau
umat Islam umumnya, melainkan tetap melaksanakan tugas menggembalakan
domba-domba Israil yang tersesat (Qur’an 3:47-48; Matius 15:24).
Bangsa Israil itu terdiri dari 12 suku (7:160; 5:12),
yang dinamakan menurut 12 putera Yakub, yaitu Ruben, Simeon, Levi,
Yahuda, Isakhar, Zebulon, Dan, Naftali, Gad, Asyer, Yusuf, dan Benyamin
(I Tawarikh 2:1-2). Mereka memperoleh kejayaan pada zaman Daud dan
Sulaiman, sesudah itu mengalami kemunduran, kemudian dibinasakan oleh
raja Babil, Nebukadnezar pada tahun 597 sebelum Masehi lalu
disempurnakan dengan membinasakan Bait Allah di Yerusalem pada tahun 588
sebelum Masehi. Mereka ditawan dan diperbudak di Babil (II Raja-raja
24:10-17). Baru pada zaman Cyrus yang Agung dari Persia yang
menggantikan Babilonia, mereka diizinkan kembali ke Palestina dan
membangun kembali Bait Allah di Yerusalem (Ezra 1:1-4); akan tetapi
sebagian besar dari mereka tetap tinggal di Babil dan menyebar ke
negeri-negeri Timur: Persia, Afghanistan, Pakistan, Kasymir dan
sebagainya; hanya sebagian kecil saja yang kembali ke Palestina, dibawah
pimpinan Nabi Uzair, yaitu: suku Yahuda, Lewi dan Benyamin (Ezra 1:5).
Kepada tiga suku inilah Al-Masih melakukan dakwah selama lebih kurang
tiga tahun di Palestina. Tugas ini sesudah peristiwa penyaliban
dilanjutkan oleh 12 murid pilihannya dengan pesan:
“Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau
masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba
yang hilang dari umat Israil. Pergilah dan beritakanlah: kerajaan Sorga
telah dekat. Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati;
tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya
dengan Cuma-Cuma, karena itu berikanlah pula dengan Cuma-Cuma” (Matius
10:5-8).
Setelah luka-luka Al-Masih sembuh akibat penyaliban,
beliau meninggalkan Palestina, terus mengembara ke sebelah Timur bersama
ibundanya dan saudara kembarnya, Thomas. Beliau menjelajah negeri
Syria, Persia, terus Pakistan. Di Pakistan Utara, Siti Maryam wafat dan
dimakamkan di kota Murree. Dari sinilah Al-Masih masuk ke Kasymir dan
mulai dengan kehidupan baru menjadi ayah dari beberapa anak (salah
seorang penduduk Srinagar bernama Sahibzada Basyarat Salim mempunyai
silsilah lengkap yang sampai kepada Nabi Isa Al-Masih as.). Pengembaraan
Al-Masih dan ibunya ini dinyatakan Ilahi dalam firmanNya:
“Dan Kami membuat Ibnu Maryam dan ibunya sebagai
tanda bukti, dan keduanya Kami ungsikan ke tanah yang tinggi yang
mempunyai padang rumput dan mata air” (Al Mu’minun 23:50).
Tempat tinggal yang dilukiskan dalam ayat tersebut
tak sesuai jika diterapkan pada tanah Mesir, Yerusalem atau Syria, akan
tetapi tepat sekali jika diterapkan pada Kasymir, di samping itu banyak
bukti-bukti historis dan etnologis yang menunjangnya. Di sinilah
Al-Masih berdakwah sampai usia lanjut dan wafat secara wajar dalam usia
120 tahun, sebagaimana telah dinubuatkan oleh Musa bahwa Roh Allah
“tidak akan selama-lamanya tinggal didalam manusia,
karena manusia itu daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun
saja” (Kejadian 6:3).
Makam beliau terdapat di jalan Khan Yar, Srinagar, Kasymir. Sekarang kita bisa menyaksikan dan ziarah ke sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar